NERACA
Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) mencatat laba setelah pajak (EAT) sebesar Rp196 miliar per April 2025 atau tumbuh 205 persen secara year to date (ytd). "Sementara hasil underwriting mencapai Rp423 miliar atau meningkat 61 persen year to date," kata Direktur Utama Askrindo M Fankar Umran, sebagaimana dikutip, kemarin.
Fankar menuturkan Askrindo mencatat kinerja positif berkat strategi inovatif, perluasan akses, serta penguatan literasi keuangan. Askrindo juga berkomitmen mendukung program-program prioritas pemerintah, termasuk sektor perumahan, serta memperkuat fungsi intermediasi lembaga keuangan dalam rangka mendorong inklusi keuangan dan kesejahteraan masyarakat.
Perusahaan juga telah mempersiapkan diri menghadapi implementasi PSAK 117 dan optimistis terhadap arah kebijakan fiskal dan moneter, termasuk potensi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia.
"Kami berharap pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi melalui stimulus yang tepat, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Penurunan suku bunga, misalnya, akan berdampak positif terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Seiring meningkatnya penyaluran kredit, sektor riil dan UMKM berpotensi tumbuh lebih kuat, yang pada akhirnya mendorong peningkatan konsumsi dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan," ujar Fankar.
Ia mengatakan ketidakpastian ekonomi global pada 2025, yang dipicu oleh perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok serta ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah dan konflik Rusia-Ukraina, memberikan tekanan signifikan terhadap kinerja industri asuransi dan penjaminan nasional.
Fankar mengungkapkan bahwa perlambatan ekonomi global yang juga dirasakan di Indonesia turut berdampak pada sektor perbankan. Kondisi ini tercermin dari melambatnya penyaluran kredit serta masih tingginya rasio kredit bermasalah (NPL). Akibatnya, pertumbuhan premi asuransi kredit melambat, sementara tingkat klaim tetap tinggi.
"Dalam konteks asuransi kredit, tantangannya bukan hanya pada penurunan premi, tetapi juga peningkatan klaim sebagai efek domino dari situasi global saat ini. Bahkan, dampak pandemi COVID-19 masih dirasakan hingga sekarang, meskipun pandemi telah lama berlalu. Hal ini terjadi karena risiko dalam asuransi kredit bersifat lagging spill-over atau long tail effect," tutur Fankar.
Meski dihadapkan pada tantangan perlambatan, lanjut dia, permintaan terhadap produk asuransi umum dan finansial tetap menunjukkan prospek positif, termasuk di sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. "Semakin besar penyaluran kredit ke sektor riil, semakin besar pula potensi pengembangan asuransi kredit," ujarnya.
NERACA Jakarta - PT Bank DBS Indonesia mengungkap sejumlah instrumen investasi yang dinilai aman dan potensial di tengah memanasnya konflik…
NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pengguna (user) layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Tap telah mencapai…
NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menaikkan batas minimum dana kelolaan (fund under management/FUM)…
NERACA Jakarta - PT Bank DBS Indonesia mengungkap sejumlah instrumen investasi yang dinilai aman dan potensial di tengah memanasnya konflik…
NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah pengguna (user) layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) Tap telah mencapai…
NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menaikkan batas minimum dana kelolaan (fund under management/FUM)…