Oleh: Marwanto Harjowiryono
Pemerhati Kebijakan Fiskal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025, pada Senin (17/06), menyampaikan bahwa hingga Mei 2025, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencerminkan kebijakan fiskal yang ekspansif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Ini adalah sinyal positif di tengah tantangan global yang terus meningkat.
Hingga akhir Mei, realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp 995,3 triliun, sementara belanja negara telah mencapai Rp 1.016,3 triliun. Angka-angka ini menghasilkan defisit APBN sebesar Rp 21 triliun, atau setara dengan 0,09% terhadap PDB. Meskipun terbilang kecil, defisit ini mengindikasikan bahwa aliran dana dari pemerintah ke perekonomian lebih besar daripada dana yang tersedot ke kas negara melalui penerimaan perpajakan dan PNBP.
Dalam situasi perekonomian dunia yang sedang lesu belakangan ini, APBN terbukti mampu berfungsi sebagai shock absorber yang efektif, meredam gejolak ekonomi eksternal dan menjaga stabilitas domestik. Kondisi ini sejalan dengan pandangan ekonom terkemuka, John Maynard Keynes, yang menekankan peran penting kebijakan fiskal dalam menstabilkan perekonomian.
Keynes berkeyakinan bahwa dalam kondisi perekonomian yang merosot, "Pemerintah harus bersedia untuk meningkatkan belanjanya, ketika sektor swasta tidak mampu melakukannya." Di Indonesia, hingga Mei ini, peran pemerintah melalui APBN jelas terlihat dalam mendukung daya tahan ekonomi.
Mengawali tahun anggaran 2025, ada beberapa kebijakan krusial yang perlu dicermati. Salah satunya adalah langkah penghematan belanja negara, yang berdampak pada turunnya konsumsi pemerintah. Dampak ini terasa pada triwulan I-2025, di mana terjadi pelemahan atas pertumbuhan ekonomi triwulan I. Kondisi ini juga diperberat oleh melemahnya beberapa komponen konsumsi swasta.
DI sisi pendapatan negara, keputusan untuk menyerahkan penerimaan dividen BUMN kepada Danantara berakibat pada potensi penurunan penerimaan PNBP yang berujung pada merosotnya kucuran dana dari pemerintah. Oleh karena itu, pengelolaan dana negara oleh Danantara ke depan diharapkan mampu menjadi katalisator yang kuat untuk mendorong pertumbuhan kegiatan perekonomian nasional.
Di sisi lain, beberapa tambahan pengeluaran juga berpotensi mendorong kenaikan belanja negara. Program unggulan makan bergizi gratis, pemeriksa kesehatan gratis, koperasi desa merah putih, misalnya, diperkirakan turut mendorong belanja untuk naik. Penambahan beberapa kementerian baru juga memerlukan alokasi belanja yang lebih tinggi. Jika skenario belanja berisiko meningkat, sementara penerimaan negara cenderung merosot, maka defisit APBN berpotensi melampaui target awal sebesar 2,53% terhadap PDB.
Hingga Mei 2025, capaian penerimaan perpajakan memang relatif masih rendah, belum mencapai target. Meskipun kinerja penerimaan pajak di bulan Mei lebih baik dari bulan sebelumnya, namun secara keseluruhan, penerimaan perpajakan hingga akhir tahun berpotensi tidak tercapai. Kondisi ini tak lepas dari situasi perekonomian nasional yang cenderung melemah, sejalan dengan perkembangan perekonomian global yang memburuk. Meskipun demikian, perekonomian nasional cukup resilien di tengah memburuknya kondisi global di tahun 2025. Pemerintah perlu terus memonitor dan melakukan penyesuaian kebijakan fiskal agar target penerimaan dapat terpenuhi atau setidaknya mendekati.
Di tengah lonjakan tensi geopolitik dan pasar global yang volatile, Indonesia tetap berhasil menjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal yang adaptif dan responsif. Kinerja APBN dapat dijaga dengan surplus keseimbangan primer, dan APBN mulai mengalami defisit sejalan dengan target defisit APBN sebesar 2,53%. Belanja negara dapat dikelola dengan cermat untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung program prioritas pemerintah.
Pada akhirnya, APBN dapat dikelola dengan hati-hati. APBN tetap berfungsi ekspansif sebagai instrumen countercyclical dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat fondasi ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global. Konsistensi dalam pengelolaan fiskal yang prudent namun tetap mendukung pertumbuhan adalah kunci keberlanjutan ekonomi Indonesia ke depan.
Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…
Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Lembaga atau badan wakaf yang ada di Tanah Air jumlahnya sangat banyak, baik berbasis…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTA Juni 2025,…
Oleh: Mohammad Rudy Salahuddin Deputi Kemenko Bidang Perekonomian Kawasan Rebana yang terdiri dari tujuh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Seberapa rapuhkah jalinan perekonomian global dan nasional di tengah gejolak…