NERACA
Jakarta - Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Mei 2025.
Terdekat, BI akan menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20 dan 21 Mei 2025 untuk memutuskan kebijakan terkait suku bunga acuannya. "BI rasanya agak susah ya, buat nurunin suku bunga dengan kondisi cadangan devisa (saat ini)," ujar Martha di sela Media Day: May 2025 di Jakarta, Kamis (15/5).
Ia memproyeksikan BI baru akan memangkas suku bunga acuannya pada semester II- 2025, setelah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed memangkas tingkat suku bunga acuannya. "Kita cuma proyeksi sekali lagi untuk penurunan BI Rate di semester II-2025, dan kemungkinan setelah nanti Bank Sentral AS The Fed menurunkan suku bunga, kemungkinan baru BI akan menurunkan suku bunga," ujar Martha.
Dia memproyeksikan The Fed baru akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) pada kuartal IV-2025, dengan paling cepat sekitar bulan September atau Oktober 2025. Menurutnya lagi, The Fed akan memangkas suku bunga acuannya di kisaran 50 hingga 75 basis poin (bps) hingga akhir tahun 2025, dengan 2 sampai 3 kali pemangkasan.
"Sekitar 50-75 basis poin, saya rasa masih make sense sih, yang paling mungkin memang di 50 basis poin dengan kondisi yang ada sekarang gitu, untuk sampai dengan akhir tahun ini," ujar Martha. Pada pertemuan April 2025 lalu, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75 persen, atau bertahan setelah sempat menurun 25 bps pada Januari 2025 lalu.
Artinya, BI telah menahan tingkat suku bunga acuan BI-Rate selama tiga bulan berturut-turut sepanjang tahun 2025. Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2025 tetap tinggi sebesar 152,5 miliar dolar AS, meski menurun dibandingkan posisi akhir Maret 2025 yang sebesar 157,1 miliar dolar AS. “Selain mempertimbangkan kondisi cadangan devisa, BI juga akan turut melihat kondisi dolar Amerika Serikat (AS) yang belakangan kembali menguat,” ujar Martha lagi.
Senior Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi memperkirakan BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75 persen untuk beberapa waktu ke depan.
Bahkan jika sinyal The Fed tidak mendesak untuk melakukan pelonggaran dan risiko inflasi meningkat karena tarif global dan tekanan mata uang, BI kemungkinan mempertahankan suku bunga acuannya hingga awal 2026. "Bagi Indonesia, sikap Fed secara efektif mempersempit ruang manuver kebijakan," ujarnya dalam laporannya.
Dengan suku bunga AS tidak berubah, volatilitas pasar keuangan dapat diredam sementara waktu. Namun di sisi lain juga menandakan berkurangnya prospek penurunan suku bunga jangka pendek sehingga hanya menyisakan sedikit ruang bagi BI untuk melonggarkan sikap moneternya. Selain itu, suku bunga AS yang tetap tinggi ditambah risiko geopolitik yang masih membebani sentimen investor, akan memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan arus modal asing berisiko keluar dari Indonesia.
NERACA Jakarta - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Banten menyampaikan bahwa proses pembentukan kelompok usaha bank (KUB) antara Bank…
NERACA Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), anggota holding penjaminan dan asuransi Indonesia Financial Group (IFG), terus mendukung sektor…
NERACA Jakarta - Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menyampaikan perlunya sanksi tegas terhadap penyedia payment gateway yang terbukti…
NERACA Jakarta - Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan…
NERACA Jakarta - Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Banten menyampaikan bahwa proses pembentukan kelompok usaha bank (KUB) antara Bank…
NERACA Jakarta - PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), anggota holding penjaminan dan asuransi Indonesia Financial Group (IFG), terus mendukung sektor…