NERACA
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memandang, suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (18/6), mencatat bahwa suku bunga perbankan memang mulai turun, meskipun masih secara terbatas.
“Suku bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 4,81 persen pada Mei 2025, sedikit turun dari 4,83 persen pada April 2025. Suku bunga kredit tercatat sebesar 9,18 persen pada Mei 2025, juga sedikit menurun dari 9,19 persen pada April 2025,” kata Perry. Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Mei 2025 dan operasi moneter Bank Indonesia, Perry mencatat bahwa suku bunga INDONIA turun menjadi 5,34 persen pada 17 Juni 2025 dari sebelum pengumuman penurunan BI-Rate pada Mei 2025 sebesar 5,77 persen.
Suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 13 Juni 2025 juga menurun, yakni menjadi 6,22 persen; 6,26 persen; dan 6,27 persen. Suku bunga SRBI periode tersebut lebih rendah dibandingkan sebelum penurunan BI-Rate pada Mei 2025 yaitu masing-masing sebesar 6,40 persen, 6,44 persen, dan 6,47 persen.
Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,16 persen menjadi 6,13 persen. Adapun untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,84 persen menjadi 6,71 persen. Perry pun menyampaikan, Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan moneter, termasuk dengan mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market, sehingga transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga pascapenurunan BI-Rate dapat berjalan semakin baik.
Ketidakpastian Global
Disamping itu, BI juga memprakirakan ketidakpastian perekonomian global masih tetap tinggi ke depan akibat masih berlangsungnya negosiasi tarif antara AS dan sejumlah negara, serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. "Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," kata Perry.
BI menilai saat ini ketidakpastian perekonomian global sedikit mereda, meskipun tetap tinggi akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Perry mencatat berbagai indikator menunjukkan kebijakan tarif Amerika Serikat berdampak pada melambatnya ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi di negara maju, yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun, di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara tersebut.
Ekonomi Tiongkok pun melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke Amerika Serikat di tengah perlambatan permintaan domestiknya. Sedangkan, ekonomi India diperkirakan tumbuh baik terutama didorong oleh masih kuatnya investasi. "Dengan perkembangan tersebut, prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 tetap sebesar 3 persen," kata Perry.
NERACA Jakarta - MSIG Life dan Bank Sinarmas meluncurkan masa perlindungan baru untuk produk Sinarmas Maxi Life. Turut hadir…
Inflasi Terjaga, BI Tahan Suku Bunga NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau…
NERACA Jakarta - PT Pos Indonesia (Persero) (PosIND) bersama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk resmi meluncurkan layanan pembukaan Rekening…
NERACA Jakarta - MSIG Life dan Bank Sinarmas meluncurkan masa perlindungan baru untuk produk Sinarmas Maxi Life. Turut hadir…
Suku Bunga Perbankan Didesak untuk Turun NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) memandang, suku bunga kredit perbankan perlu terus…
Inflasi Terjaga, BI Tahan Suku Bunga NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau…