Kesenjangan Literasi dan Inklusi Keuangan Jadi Pekerjaan Rumah yang Besar

 

NERACA

Jakarta – Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sudah menyebut inklusi keuangan sebagai salah satu hal yang diprioritaskan, dengan target inklusi sebesar 91% pada tahun 2025, 93% pada tahun 2029 dan 98% pada tahun 2045. Upaya peningkatan inklusi perlu berbarengan dengan literasi keuangan.

“Literasi keuangan perlu menjadi salah satu fokus pemerintah dalam mengembangkan inklusinya. Terciptanya inklusi keuangan, atau penetrasi masyarakat unbankable untuk memiliki akses ke produk keuangan formal, harus dibarengi dengan literasi keuangan untuk menciptakan pemahaman dan kepercayaan,” jelas Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Nidhal, sebagaimana dikutip dalam keterangannya, kemarin.

Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai tujuan finansial, perencanaan anggaran, dan keputusan keuangan akan dapat membantu mengurangi kesalahan dalam penggunaan produk keuangan, terutama dalam membedakan  kebutuhan dan keinginan. Sementara pemahaman tentang produk keuangan, kegunaannya, risiko dalam konteks tujuan finansial, dapat mendukung keselarasan literasi keuangan dan inklusi keuangan dalam upaya menakar kebutuhan dan mencapai kesejahteraan. 

Semakin maraknya kasus penipuan keuangan, seperti scam dan fraud, menambah urgensi perlunya upaya meningkatkan inklusi yang dibarengi dengan literasi. Financial inclusion atau inklusi keuangan, salah satunya, dibutuhkan untuk membuka akses masyarakat kepada pemberdayaan ekonomi. Akses dibutuhkan, terutama, oleh mereka yang tergolong unbanked, kepada layanan keuangan, baik yang disediakan oleh bank maupun lembaga keuangan non-bank, seperti teknologi finansial atau fintech

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, tingkat inklusi keuangan Indonesia tahun 2025 mencapai 80,51%. Sementara, Indeks literasi keuangan berada di angka 66,46%. Pengakuan akan hak konsumen sendiri sudah ada pada Peraturan OJK Nomor 1/POJK.7/ tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, yang menerapkan beberapa prinsip yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data konsumen dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan dengan biaya yang terjangkau.

Implementasi dari prinsip-prinsip tadi, antara lain, adalah konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait sebuah produk jasa keuangan. Para tenaga pemasar produk keuangan bertanggung jawab untuk menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan konsumen untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi di kemudian hari. Konsumen berhak mengakses semua pelayanan dan produk jasa keuangan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Perusahaan penyedia jasa keuangan juga wajib bertanggung jawab atas kerahasiaan data dan informasi para nasabahnya. 

Penelitian CIPS merekomendasikan adanya evaluasi pada konten program literasi keuangan serta metode penyampaiannya. Dari sisi konten, sementara di negara-negara seperti Amerika Serikat, program literasi keuangan dirancang untuk menjawab “Tiga Besar” literasi keuangan (berhitung, inflasi dan diversifikasi risiko), program literasi keuangan di Indonesia sebagian besar berkisar pada pengetahuan produk. 

Pemisahan antara literasi dan keuangan akan mempermudah pelacakan dan pemantauan program literasi. Namun pemisahan juga membutuhkan upaya lebih untuk mengedukasi konsumen dalam membuat keputusan keuangan yang aktual atau konkrit. Pemisahan, lanjutnya, akan memberikan pemahaman yang lebih terarah untuk segmen masyarakat tertentu. Misalnya, untuk kelompok ibu rumah tangga, wiraswasta dan kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tertentu, seperti di perdesaan atau perkotaan.

Pembekalan dari kepala daerah, petugas dari dinas terkait di wilayah masing-masing dan juga dari pihak bank dan lembaga jasa keuangan lainnya juga dapat dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait literasi keuangan. “Pendekatan ekosistem sangat penting. Pihak-pihak tadi dapat berkoordinasi untuk secara rutin mensosialisasikan mengenai instrumen-instrumen yang ada dalam sektor jasa keuangan dan juga pengetahuan dasar. Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan secara berkala dan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Nidhal.

BERITA TERKAIT

Prudential Perkuat Kemampuan Perempuan Mengelola Keuangan dan Hadapi Tantangan Ekonomi

  NERACA Jakarta – Perempuan seringkali dihadapkan pada kebutuhan rumah tangga yang mendesak seperti pendidikan anak, biaya kesehatan, dan kebutuhan…

Komitmen Percepat Inklusi Keuangan, Netzme Hadir di QRIS Summer Run Balli dan Bazar Serentak Jakarta

  NERACA Jakarta – PT Netzme Kreasi Indonesia (Netzme), platform solusi pembayaran digital UMKM, kembali menegaskan komitmennya dalam mempercepat inklusi…

OJK Catat Premi Asuransi Kredit Capai Rp6,31 Triliun

  NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Prudential Perkuat Kemampuan Perempuan Mengelola Keuangan dan Hadapi Tantangan Ekonomi

  NERACA Jakarta – Perempuan seringkali dihadapkan pada kebutuhan rumah tangga yang mendesak seperti pendidikan anak, biaya kesehatan, dan kebutuhan…

Komitmen Percepat Inklusi Keuangan, Netzme Hadir di QRIS Summer Run Balli dan Bazar Serentak Jakarta

  NERACA Jakarta – PT Netzme Kreasi Indonesia (Netzme), platform solusi pembayaran digital UMKM, kembali menegaskan komitmennya dalam mempercepat inklusi…

OJK Catat Premi Asuransi Kredit Capai Rp6,31 Triliun

  NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan…