NERACA
Jakarta – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksikan sebagian besar bank sentral utama di dunia akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya setidaknya untuk jangka pendek, di tengah memanasnya konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Bank sentral utama dunia yang dimaksud, di antaranya Federal Reserve (The Fed), Bank of England (BoE), European Central Bank (ECB), serta People's Bank of China (PBoC). “Bank sentral utama dunia saat ini cenderung bersikap berhati-hati di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh perang dagang serta konflik geopolitik,” ujar Josua, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.
Di sisi lain, bank sentral seperti Swiss National Bank (SNB) dan beberapa negara emerging markets, diproyeksikan akan melanjutkan siklus penurunan suku bunga sebagai langkah antisipatif terhadap perlambatan ekonomi global dan deflasi.
Sementara itu, untuk Bank Indonesia (BI), Ia memproyeksikan akan mempertahankan tingkat suku bunga acuannya dengan fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah risiko eksternal yang meningkat. “Meski ruang pemangkasan suku bunga (BI) tetap terbuka di masa mendatang jika kondisi ekonomi domestik memburuk,” ujar Josua.
Josua menjelaskan ketegangan geopolitik utamanya konflik antara Israel dan Iran, menambah kompleksitas bagi bank-bank sentral dunia karena menciptakan tekanan baru berupa kenaikan harga minyak mentah dan emas, serta volatilitas mata uang. Hal itu mendorong sebagian bank sentral khususnya di kawasan Asia, lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan moneter untuk mengantisipasi risiko inflasi dari lonjakan harga komoditas dan potensi tekanan pada nilai tukar mata uang.
Lebih lanjut, Ia mengatakan negosiasi dagang yang masih berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dengan beberapa negara juga membuat bank sentral lebih cenderung menunda keputusan besar dalam kebijakan moneter. “Menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai dampak tarif terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi global,” ujar Josua.
Melalui kebijakan moneternya, Ia menjelaskan bank-bank sentral di dunia memiliki peran strategis dalam menopang pertumbuhan di tengah prospek perlambatan ekonomi global. Namun demikian, efektivitas kebijakan moneter akan sangat tergantung terhadap respons kebijakan fiskal serta dinamika geopolitik yang ada.
Ia melanjutkan, bank sentral bisa memberikan stimulus melalui penurunan suku bunga dan pelonggaran moneter, namun apabila ketidakpastian geopolitik dan perang tarif terus berlanjut, efektivitas kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan bisa menjadi terbatas. “Dalam situasi ini, koordinasi kebijakan fiskal dari pemerintah akan semakin penting sebagai pelengkap stimulus moneter,” ujar Josua.
Sebagai informasi. beberapa bank sentral berbagai negara akan menetapkan kebijakan moneternya pada pekan ini, diantaranya The Fed, People's Bank of China (PBoC), Bank of Japan (BoJ), Bank of England (BoE).
Kemudian, juga dengan bank sentral di Swiss, Swedia, Norwegia, Turki, Brasil, Filipina, Taiwan, serta Bank Indonesia (BI). Sementara itu, ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah, utamanya antara Iran dan Israel terpantau masih memanas, yang mana saling berbalas serangan rudal terjadi antara kedua negara tersebut.
NERACA Jakarta – Perempuan seringkali dihadapkan pada kebutuhan rumah tangga yang mendesak seperti pendidikan anak, biaya kesehatan, dan kebutuhan…
NERACA Jakarta – PT Netzme Kreasi Indonesia (Netzme), platform solusi pembayaran digital UMKM, kembali menegaskan komitmennya dalam mempercepat inklusi…
NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan…
NERACA Jakarta – Perempuan seringkali dihadapkan pada kebutuhan rumah tangga yang mendesak seperti pendidikan anak, biaya kesehatan, dan kebutuhan…
NERACA Jakarta – PT Netzme Kreasi Indonesia (Netzme), platform solusi pembayaran digital UMKM, kembali menegaskan komitmennya dalam mempercepat inklusi…
NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyatakan…